Breaking

logo

Saturday, June 8, 2013

Perjalanan Mi'raj Rasulullah Menembus Langit di Malam yang Mulia

Perjalanan Mi'raj Rasulullah Menembus Langit di Malam yang Mulia



Setelah Rasulullah SAW berjumpa atas izin Allah dengan para nabi dan rasul AS di Masjidil Aqsha, Jibril AS memegang tangan Rasulullah dan menuntunnya menuju ke batu Shakhrah. Batu Shakhrah adalah sebuah batu besar yang berada di tengah Masjidil Aqsha, masjid yang merupakan kiblat bagi seluruh nabi AS.

Batu itu merupakan tempat pijakan untuk Rasulullah bermi'raj, yang dikeluarkan dari surga Firdaus. Di atas batu tersebut terdapat tangga yang sangat besar dan sangat elok rupanya. Rasulullah SAW menaiki tangga mi'raj itu, anak tangga demi anak tangga, dari langit yang pertama hingga langit yang ketujuh. Kemudian anak tangga yang kedelapan mengangkatnya hingga ke Sidratul Muntaha, anak tangga yang kesembilan mengangkatnya hingga ke Kursi, dan anak tangga yang kesepuluh mengangkatnya hingga sampai di Mustawa. Jarak antara satu tingkatan anak tangga adalah perjalanan 500 tahun. Itulah yang digambarkan oleh para ulama tafsir perihal tingkatan mi'raj Rasulullah SAW.

Sebagaimana yang dinukil dari banyak riwayat yang dikumpulkan para ulama, setelah Rasulullah SAW bersama Jibril AS naik di atas tingkat anak tangga yang pertama dari mi'rajnya itu, beliau naik dengan kecepatan bagaikan kilat yang menyambar hingga beliau SAW dan Jibril AS sampai di langit yang pertama.

Jibril AS kemudian memberi salam kepada malaikat penunggu langit yang pertama itu, "Assalamu'alaik." Malaikat penunggu langit pertama bertanya, "Siapa engkau?" Jibril AS menjawab, "Aku Jibril."

Lalu ia ditanya lagi, "Siapa yang bersama denganmu?" "Aku bersama Muhammad," jawab Jibril AS.

Malaikat itu kembali bertanya, "Apakah memang telah diperintahkan untuk datang?" Jibril AS kembali menjawab "lya, memang telah diperintahkan untuk datang."

Malaikat itu pun kemudian membukakan pintu langit yang pertama tersebut seraya mengatakan, "Allah SWT telah memberi kehormatan kepada nabi ini, dan kepada khalifahnya (Jibril AS). Maka inilah sebaik-baiknya khalifah dan sebaik-baiknya pengunjung."

Di langit yang pertama itu, Rasulullah SAW melihat Nabi Adam AS dan memberikan salam kepadanya. Nabi Adam AS menjawab salam tersebut dan mengatakan, "Sambutan yang luas pada putraku yang shalih dan nabi yang shalih."

Saat itu Rasulullah SAW juga melihat pemandangan para malaikat dalam jumlah yang sangat banyak berbaris sambil bertasbih dan bertahlil.

Sesaat kemudian, mereka berdua melanjutkan perjalanan ke langit yang kedua. Malaikat penjaga pun membukakan pintu langit kedua seraya memberikan penghormatan, pujian-pujian, dan doa bagi Rasulullah, seperti halnya yang juga dilakukan malaikat di langit yang pertama.

Di langit yang kedua, Rasulullah SAW melihat Nabi Isa AS putra Maryam dan Nabi Yahya bin Zakaria AS.

Rasulullah SAW menyampaikan salam kepada keduanya. Keduanya pun membalas salam Rasulullah SAW, berikut segala kehormatan, pujian-pujian, dan doa bagi Rasulullah SAW.

Begitulah seterusnya, langit demi langit dilewati dalam perjalanan mi'raj Rasulullah SAW bersama Jibril AS. Di langit yang ketiga Rasulullah SAW bertemu Nabi Yusuf AS, yang sangat tampan dan elok rupa wajahnya. Di langit keempat Rasulullah SAW bertemu Nabi Idris AS, di langit kelima dengan Nabi Harun AS, dan di langit yang keenam beliau bertemu Nabi Musa AS.

Setiap kali bertemu dengan para nabi itu, Rasulullah SAW beroleh penghor matan, pujian-pujian, dan doa yang disampaikan oleh para nabi yang mulia tersebut, serta dari para malaikat penjaga pintu langit. Hingga kemudian sampailah Rasulullah SAW di langit yang terakhir, langit yang ketujuh. Di langit yang ketujuh, Rasulullah SAW bertemu dengan Bapak para Nabi, Nabi Ibrahim AS.

Dalam perjumpaan itu, Nabi Ibrahim AS berkata kepada Rasulullah SAW, "Wahai Muhammad, banyakkanlah hajatmu di hadapan Tuhanmu Azza wa Jalla, yaitu hajat bagi umatmu, sebab umatmu adalah umat yang dhaif. Kemudian, wahai Muhammad, sampaikanlah berita kepada umatmu bahwa surga itu begitu luas dan begitu bagus. Surga adalah tanaman dari kalimat Subhanallah wal hamdulillah wa lailaha illallah wallahu akbar. Karenanya, barang siapa membaca kalimat tersebut satu kali, ditumbuhkan baginya satu pohon di dalam surga." Demikianlah pesan yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS kepada Rasulullah SAW.

Pada saat itu, Rasulullah kembali melihat para malaikat dalam jumlah yang teramat banyak hingga berkali-kali lipat banyaknya dari jumlah malaikat yang menghuni langit sebelumnya.

Sidratul Muntaha
Setelah bersua dengan Nabiyullah Ibrahim AS, keduanya melanjutkan kembali perjalanannya hingga ke tingkat kedelapan dari perjalanan mi'raj, yaitu ke Sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha digambarkan laksana sebuah pohon yang sangat besar. Besarnya itu tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Dikatakan, sekiranya seseorang menunggang kuda dan melarikan kudanya dengan cepat selama 70 tahun, bayangan di bawah teduhnya pohon itu belum dapat terlampaui.

Setiap satu daun pohon itu dapat meneduhkan beberapa makhluk di bawahnya. Di atas setiap daunnya, terdapat satu malaikat yang sedang membaca tasbih dan taqdis, dengan kemerduan suara yang belum pernah didengar oleh manusia. Begitu banyak keajaiban dan kemegahan yang terdapat pada pohon Sidratul Muntaha, yang cahayanya sangat elok.

Pohon Sidratul Muntaha memiliki dasar yang berada di atas langit keenam, sedangkan pertengahan pohon itu berada di langit yang ketujuh. Cabang-cabangnya berada di atas Kursi, sementara setiap ujung cabangnya mencapai setiap malaikat yang tengah berada di atas Arsy. Di pertengahan pohon itulah keberadaan maqam (kedudukan) Nabi Ibrahim AS.

Sesampainya di sana, Jibril AS berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Muhammad, berjalanlah!" Rasulullah menjawab, "Hai kekasihku, berjalanlah." Rupanya keduanya saling mempersilakan jalan terlebih dahulu.

Jibril AS kembali mengatakan, "Ya Muhammad, berjalanlah. Karena engkau lebih mulia dariku." Maka berjalanlah Rasulullah SAW di muka, dan Jibril AS berjalan di belakang Rasulullah SAW.

Alam di atas sana adalah alam yang banyak dipenuhi hijab. Sesampainya Rasulullah SAW bersama Jibril AS di suatu tempat, berkata malaikat penunggu hijab yang pertama, "Siapakah engkau." "Aku Jibril, bersama Muhammad, yang telah diperintahkan untuk datang."

Dan malaikat itu pun bertakbir, "Allahu Akbar!" Kemudian malaikat itu mengeluarkan tangannya dari bawah hijab dan mengangkat Rasululah SAW ke atas tingkat mi'raj yang kesembilan. Sesampainya di mi'raj tingkat kesembilan, Jibril AS berhenti. Rasulullah SAW pun berkata kepada Jibril AS, "Hai kekasihku, mengapa kau tidak ikut naik? Apakah kau akan meninggalkan diriku seorang diri?"

Jibril AS menjawab, "Bangsa kami, malaikat, tidak berada kecuali pada maqam yang telah diketahui (ditentukan)." Kemudian malaikat hijab yang pertama bersama Rasulullah SAW naik bagaikan kilat hingga sampai kepada malaikat hijab yang kedua. Malaikat itu berkata, "Siapa engkau?" Malaikat hijab yang pertama menjawab, "Aku malaikat hijab yang pertama bersama Muhammad, yang telah diperintahkan untuk datang." Malaikat itu pun bertakbir, "Allahu Akbar!" Kemudian malaikat itu mengeluarkan tangannya dari bawah hijab dan mengangkat Rasulullah SAW yang diiringi sejumlah malaikat di setiap hijab yang dilalui, hingga sampailah Rasulullah SAW pada tingkat mi'raj yang kesepuluh.

Mustawa
Di tingkat mi'raj yang kesepuluh, mereka menaikkan Rasulullah SAW kembali hingga sampai pada suatu tempat yang dinamakan Mustawa. Mustawa adalah suatu tempat yang mahatinggi lagi mahaluas dan sangat terang bercahaya. Di tempat itu, Rasulullah SAW mendengar suara Qalam, yang bergerak-gerak di atas Lauhul Mahfuzh. Dari atas, turunlah sebuah tempat duduk yang sangat megah dan bersinar dengan segala cahaya, namanya ArRafraful Akhdhar. Para malaikat muqarrabin kemudian mendudukkan Rasulullah SAW di atas tempat duduk itu.

Tak lama kemudian Ar-Rafraful Akhdhar menaikkan beliau dengan kecepatan bagaikan kilat hingga sampailah beliau di bawah Arsy. Sesampainya di bawah Arsy, sangatlah berdebar hati Rasulullah SAW. Lidahnya kelu terkunci dari berkata-kata, lantaran kehebatan Arsy, yang sangat agung dengan kemegahan cahayanya.

Karena kasih sayang Allah SWT bagi hamba-Nya yang mulia ini, pada saat itu juga Allah menciptakan satu malaikat yang serupa dengan Abu Bakar Ash Shidiq, kekasih Rasulullah SAW, demi menenangkan hati beliau dari segala ketakutannya. Kemudian, malaikat tersebut berkata kepada Rasulullah SAW, "Hai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu sedang memberi shalawat atasmu."

Perjumpaan Agung
Di bawah Arsy, turunlah setetes Sundusil Arsy yang jatuh ke lidah Rasulullah. Kelezatannya belum pernah dirasakan oleh makhluk mana pun. Dengan tetesan Sundusil Arsy itu, Rasulullah SAW beroleh karunia 'ilmul awwalin wal akhirin (pengetahuan dari orang-orang terdahulu dan terkemudian).

Sesaat kemudian lisan suci Rasulullah SAW terbuka dan menghaturkan kesempurnaan penghormatan ke hadirat Ilahi Rabbi, "Attahiyatul lillah wash shalawatu wath thayyibat (Segala kehormatan yang sempurna bagi Allah, demikian pula segala shalat, serta segala puja dan Puji) "

Allah SWT berfirman, "Salamun alaika ayuhannabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh (Kesejahteraan atasmu, wahai Muhammad, dan kasih sayang Allah serta segala keberkahan)."

Rasulullah SAW menjawab, "Assalamu alaina wa 'ala 'ibadillahish shalihiin (Kesejahteraan atas kami dan atas segala hamba Allah yang shalih)."

Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan beberapa permintaan ke hadirat Tuhannya Azza wa Jalla lewat sejumlah munajatnya. Maka, keseluruhan permintaannya itu diperkenankan Allah SWT bagi Nabi Muhammad SAW dan bagi umatnya.

Allah SWT kemudian menyampaikan kewajiban shalat atas Nabi Muhammad SAW dan atas umatnya lima puluh waktu dalam sehari semalam. Maka, setelah Nabi Muhammad SAW usai bermunjat kepada Tuhannya dengan segala permintaan dan menerima segala perintah Tuhannya, dan di sisi lainnya Allah SWT pun telah memperkenankan segala permintaan hambaNya dan telah menyampaikan segala. perintah-Nya kepada sekalian umat Nabi Muhammad SAW, pada saat itu sekalian malaikat mengucapkan, "Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah." .

Allah kemudian mengizinkan Nabi Muhammad SAW untuk pulang, agar dapat menyampaikan segala perintahNya kepada sekalian umatnya. Rasulullah SAW kembali diantar oleh Ar-Rafraful Akhdhar.

Setelah turun, Rasulullah SAW kembali bertemu dengan Jibril AS di Sidratul Muntaha. Pertanda Keistimewaan Rasulullah. Jibril AS menyambut Rasulullah SAW, yang baru saja berjumpa dengan Allah SWT, dengan segala puji-pujian, seraya mengatakan, "Berbahagialah engkau, wahai Muhammad, dengan karunia Allah Azza wa Jalla yang belum pernah diberikan kepada makhluk apa pun, dan pangkat kebesaran yang tidak pernah dapat dicapai oleh makhluk mana pun."

Maka kemudian Rasulullah SAW pun mengucapkan syukur kepada Allah SWT.

Lalu Rasulullah SAW kembali turun hingga bertemu lagi dengan Nabi Musa AS.

Bertanya Nabi Musa AS, "Apa yang telah diperintahkan Allah atas umatmu, wahai Muhammad?"

Rasulullah berkata, "Sembahyang lima puluh waktu sehari-semalam."

Maka Nabi Musa AS pun mengatakan, "Kembalilah kepada Allah, dan mintakan kepada-Nya keringan atas umatmu. Karena umatmu tak kuasa mengerjakannya."

Mendengar perkataan Nabi Musa AS, Rasulullah SAW naik kembali hingga ke Sidratul Muntaha dan bersujud ke hadirat Allah SWT.

Allah SWT Yang Maha Mengetahui, berfirman "Hai Muhammad, angkat kepalamu dan mintalah apa yang engkau kehendaki."

Rasulullah SAW mengatakan, "Ya Allah, hamba memohon keringanan atas umat hamba."

Allah SWT pun kemudian mengurangi jumlah waktu shalat sehari-semalam, dikurangi lima waktu.

Pada saat turun dan bertemu kembali dengan Nabi Musa AS, Rasulullah mengabarkan keringanan yang diberikan.

Tapi Nabi Musa AS berkata, "Mintakan lagi keringanan untuk umatmu, karena umatmu tak kuasa mengerjakannya."

Demikianlah hal itu terjadi berulang-ulang, hingga sampai lima waktu sehari semalam. Allah berfirman, "Itulah yang Aku tentukan atasmu dan atas umatmu, dan pada shalat yang lima waktu itu pahalanya lima puluh waktu”.

Saat Rasulullah berjumpa kembali dengan Nabi Musa AS dan Nabi Musa AS kembali mengatakan kepada Rasulullah agar memintakan lagi keringanan atas kewajiban jumlah waktu shalat yang ditetapkan, Rasulullah SAW mengatakan, "Kami sangat malu kepada Allah Azza wa Jalla. Dan ia telah menentukan shalat lima waktu itu."

Para ulama mengatakan, berulang-ulangnya Rasulullah SAW menghadap Allah hingga sembilan kali, untuk memintakan keringanan atas umatnya ke hadirat Allah SWT dan kemudian Allah memperkenankan segala permintaan tersebut, itu adalah suatu pertanda yang Allah berikan kepada para malaikat akan ketinggian kedudukan Rasulullah SAW dan ketinggian kedudukan terkabulnya syafa'at Rasulullah SAW.

Disadur dari Majalah alKisah Edisi No.14/TahunVII/Juli 2009, Nukilan dari karya Al Habib Utsman bin Abdullah bin Yahya.

LEDMA Al-Farabi: Bersama Meraih Kemuliaan